Sejarah lahir dan tumbuh kembang Perusahaan

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Segah adalah institusi yang berwenang dalam penyediaan Air Bersih di Kabupaten Berau. PDAM Tirta Segah dibangun oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1980 dengan Kapasitas 10L/detik, lengkap dengan jaringan perpipaan, Mekanikal/Electrikal serta Sambungan Rumah sebanyak 200 Unit dengan dana APBN, yang sistem Pengelolaannya ditangani oleh Proyek Peningkatan Sarana Air Bersih Kalimantan Timur (PPSAB-KT) dengan pelaksanaan pembangunan oleh kontraktor PT. Wijaya Kesuma Emindo (WKE), dengan nama Badan Pengelola Air Minum (BPAM) melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 171/KPTS/CK.II/1982 tanggal 4 Desember 1982.

Seiring dengan perubahan Sistem pemerintahan, pada tanggal 18 Maret 1993, BPAM dialihkan kewenangan dan pengelolaannya dari Pemerintah Pusat melalui Proyek Peningkatan Sarana Air Bersih (PPSAB) Direktorat Air Bersih Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Berau dengan nama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 9/28/KPTS/1984 tahun 1984.

Dan pada tahun 1986 diadakan pengembangan kapasitas instalasi dengan ditambahnya Instalasi pengolahan Air ( IPA ) paket baja 10 L/detik, bantuan dari PPSAB Kal – Tim. Bekas ( ex ) IPA Dari Balikpapan Produk Sumber Cipta Jaya ( STD ) dengan sumber dan APBN lengkap dengan Pipa Transmisi Intake, Pompa intake dan pompa kimia.

Pada tahun 1995 dibangun lagi Instalasi paket baja kapasitas 10 L/detik lengkap pompa Intake dan pompa kimia dengan sumber dana APBD II Kabupaten produk PT. Ruhaak Phala Industri dan dikelola oleh PDAM Berau. Dan pada tahun 1999/2000 diadakan pengembangan kapasitas Instalasi 20 L/detik (konvensional) dengan sumber dana APBN dan dikelola oleh Dinas PU Daerah dengan desain oleh PDAM Berau.

Kemudian pada tahun 2002 dioptimalkan menjadi 40 L/det dengan menambah pompa intake dan tube setler pada bak sedimentasi serta menambah pompa blower untuk pencucian filter IPA. Dan pada tahun 2006 dioptimalkan lagi dari kapasitas 40 L/det menjadi 60 L/det dengan menambah pompa intake.

Pada Tahun 2006 PDAM Tirta Segah mengalami pengembangan (Sarana Air Bersih Perkotaan) dengan membangunan Instalasi Air Bersih (IPA) type Kedasih konstruksi beton bertulang (konvensional) dengan kapasitas terpasang 200 l/detik, yang beralamatkan di Jalan Raja Alam I, KM 5, Kel Sei Bedungun. Kec. Tanjung Redeb.

IPA ini dalam proses pengolahan airnya menggunakan sistim kontrol yang bekerja secara otomatis dengan komputer (Scada) baik untuk kualitas air yang diolah maupun pencucian filternya dan debit air yang di produksi dapat dimonitor dengan tepat dan cepat serta hasilnya dapat di print out, dan sistem yang di manfaatkan dengan baik sampai dengan saat ini.

Dari tahun 1980 hingga kini (awal tahun 2019), PDAM Tirta Segah sudah memiliki 9 (Sembilan) Instalasi Pengolahan (IPA) di 8 (Delapan) lokasi, dengan kapasitas awal 10 (Sepuluh) liter/detik berkembang menjadi 277 liter/detik.

Berdasarkan data Pembukuan per-Desember 2018, Pelanggan PDAM Tirta Segah Kabupaten Berau tercatat berjumlah 19.227 SR (Sambungan Rumah). Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Berau (per-Juli 2018) jumlah penduduk Kabupaten Berau sebanyak 246.464 jiwa. Dengan asumsi PERPAMSI yang menetapkan bahwa setiap 1 SR (Sambungan Rumah) dipergunakan oleh 6 jiwa, maka luas cakupan pelayanan PDAM Tirta Segah Kabupaten Berau tahun 2018 berada pada kisaran 115.362 jiwa (19.227 SR X 6 jiwa = 115.362 jiwa) atau setara dengan 46,81 % dari keseluruhan jumlah penduduk Kabupaten Berau. Hal ini masih sangat jauh jika dibandingkan dengan Target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, dimana pemerintah mencanangkan cakupan pelayanan air bersih untuk daerah perkotaan baik besar maupun kecil sebesar 80% dan di pedesaan sebesar 40% atau 62% (perkotaan + pedesaan) secara Nasional, yang pencanangannya diimplementasikan melalui pola pembangunan perumahan dan pemukiman, dimana air bersih merupakan salah satu sektor pembangunan yang bertumpu pada masyarakat.

Masyarakat tidak hanya menjadi objek dalam menikmati hasil-hasil pembangunan tetapi juga sekaligus menjadi subjek dalam menjalankan proses pembangunan, sehingga tercipta pola pembangunan sarana air bersih dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat, yang pada akhirnya terbentuk water culture atau kepahaman yang mengakar dan membudaya dari masyarakat sosial tentang masalah kemanfaatan air dan konservasi yang ada disekitar mereka